Jumat, Desember 15, 2006

Pearl Jam Nite 2 - 1 Desember 2006


The waiting drove us mad...
Lebih dari setahun yang lalu, hajatan malam tribute untuk band Seattle yang merupakan survivor musik rock 90-an, Pearl Jam, digelar disebuah kafe di bilangan Kemang Jakarta Selatan. Acara yang mungkin merupakan acara pertama bertajuk Pearl Jam Nite (PJN) itu mengusung misi untuk mendatangkan the real deal-nya, yaitu memanggungkan band yang terdiri dari Eddie Vedder, Mike McCready, Stone Gossard, Jeff Ament dan Matt Cameron tersebut ke Indonesia. Berangkat dari sebuah komunitas online (Pearl Jam Indonesia: tenclub_indonesia@yahoogroups.com), keinginan untuk makin menyatukan suara penggemar Pearl Jam tersebut makin meluas dengan adanya acara PJN tersebut. Terbukti dengan melesatnya sebuah petisi online dengan ratusan pengisi yang meminta Pearl Jam meluangkan waktu mereka untuk manggung di Indonesia.

Satu tahun berlalu, belum ada tanda-tanda jika band yang Mei 2006 lalu mengeluarkan album kedelapan tersebut akan mampir ke Indonesia meski di jadwal tur mereka tertera nama kota yang berjarak seseberangan laut dengan pulau Flores, yaitu di Darwin, ujung utara Australia. Didorong rasa penasaran menunggu, maka muncul insiatif untuk kembali memutar kembali rekaman 4 September 2005 guna menggelar hajatan Pearl Jam Nite 2. Kali ini dalam rangka rolling acara Forever Grunge yang rutin digelar oleh komunitas Pearl Jam Indonesia (PJ.Id) sejak launching album kompilasi mereka, yang berjudul "Not For You", Juli 2006 lalu. Maka dipanggungkanlah Pearl Jam Nite 2, sebagai seri ketiga rangkaian Forever Grunge, di Front Row Sports Grill Senayan pada tanggal 1 Desember 2006 lalu.

It's finally here and we're all mess...
Konsep acara direncanakan sebagai runut balik perjalanan Pearl Jam, mulai dari kesuksesan album baru mereka yang critically-acclaimed oleh media, setelah selama puluhan tahun menjadi musuh yang diperangi Vedder cs. Band Footsteps mengawali repertoir runut balik dengan melantunkan "World Wide Suicide" setelah membuka show dengan nomor klasik Neil Young (identik juga dengan Pearl Jam dengan show legendaris Neil dan PJ di MTV VMA 1992) berjudul "Rockin in the Free World". Rangkaian lagu yang berasal dari album kompilasi yang keluar tahun 2004, Lost Dogs, mengalun dari pentas kecil di sudut Front Row. Di antaranya adalah "Yellowledbetter" yang dicatat sebagai nomor klasik PJ karena kentalnya pengaruh dewa blues-rock asal Seattle, Jimi Hendrix, dalam barisan riff yang ditulis Mike McCready. Donny, gitaris Footsteps sejenak keluar dari alam ragawi dengan balutan melodi blues-nya mengiringi berakhirnya setlist band tersebut dan membuka rangkaian PJN 2.

It's a riot act...
Menurut pakem yang ditulis, band kedua akan membawakan lagu-lagu dari album Pearl Jam yang dikeluarkan pada tahun 2003, Riot Act. Simplementhol terdaftar pada itinerari acara untuk menghajar crowd dengan "Get Right", "Save You", "Half Full" dan setlist dari Lost Dogs. Akan tetapi, karena berhalangan maka Freasbe yang sebelumnya terkena jatah band pembuka dengan hanya 3 lagu "naik pangkat" menjadi band headliner dengan ekstensi 3 buah lagu adisional. Konsep runut balik sedikit "berputar" ketika Freasbe yang dimotori Jaiz pada vokal membawakan random setlist dari album Live on Two Legs (1999) yang dibuka dengan "Hail Hail". Dua buah nomor keren dari album Yield (1998) menyusul dengan membuncahnya suara Jaiz, yang notabene merupakan adik kandung Ipang BIP, dalam lagu "MFC" dan "In Hiding". Setlist kembali berputar maju menyusul "I Am Mine" dari album Riot Act yang dilantunkan sebagai kompensasi absennya Simplementhol. Kemudian lagu 'Do the Evolution" yang menyulut massa untuk bergerak ke bibir panggung menjadi awal dari berubahnya party yang manis menjadi konser rock yang liar seperti era-era 90-an awal ketika Pearl Jam bersama Soundgarden, Alice in Chains, Mudhoney dan Nirvana merajai mainstream rock di Amerika Serikat dan dunia.

Mesiu yang disulut Freasbe dengan "Evolution" segera disambut oleh massa penonton yang kemudian menciptakan mosh pit menyambut "Even Flow" dan "Porch" dalam repertoir berikut. Tak puas dengan lagu-lagu tersebut, penonton menuntut encore yang ditimpali "Rearviewmirror" sebagai lagu pamungkas Freasbe, band yang sejatinya sudah bubar bertahun-tahun yang lalu tersebut.

We got memories, and got sh*t...
Lord Mahila dijadwalkan untuk mengisi setlist lanjutan dengan membawa repertoir dari album Binaural (2000) dan Yield. Tetapi karena mereka menjanjikan suprise act yang baru bisa dilakukan malam harinya, jadilah Got ID mengisi setlist lebih awal dengan membawakan lagu-lagu dari album No Code (1996) dan Vitalogy (1994). Membuka dengan "In My Tree", sebuah nomer kontemplatif yang ditulis Vedder, Got ID menurunkan tempo yang telah dipanaskan Freasbe sebelumnya. Sayang, kondisi vokalis mereka, Arief, yang kurang fit membuat beberapa nomor terasa "dingin". Padahal mereka membawakan lagu-lagu wajib fans Pearl Jam semacam "Not For You" dan "Corduroy". Beruntung lagu punk-hardcorish Pearl Jam seperti "Spin the Black Circle" serta "Lukin" tetap berhasil menjaga bibir panggung tetap hangat dengan kembali membawa massa untuk ber-slam dance dan moshing. Bahkan aksi Ridha, gitaris Got ID, membawa atmosfer yang makin menembus waktu ke era 90-an ketika dia bercrowd-surf sambil memainkan melodi lagu "I Got Sh*t". Dan aksi Ridha itu juga sekaligus menjadi klimaks penutup band beranggotakan 5 orang tersebut.

Tattooing everyone...
Band "dadakan" Stick Figure yang beranggotakan musisi-musisi dari band grunge Bolong, Alien Sick, The Others dan Stigmata mengisi panggung dan menyambut dengan "Black", nomor balada dari album perdana Pearl Jam, Ten (1991). Penonton duduk memenuhi bibir panggung dan hanyut dalam melodi yang diciptakan duo gitaris, Egy dan Olit membius dalam atmosfer hitam sesuai dengan balada "gone-wrong relatinship" paling terkenal dalam katalog Pearl Jam. Membuka lagu kedua adalah "Go" dengan hentakan drum Ader dan beat rimatis bass Joshua membawa angin segar penonton untuk kembali membantai moshpit. Suara Irfan, vokalis Stick Figure, dieksploitasi dalam lagu berikut yang merupakan simbol perlawanan Vedder terhadap media: "...spin me round, roll me over. Fuckin' circuuuuus!". "Blood" dari album kedua (Vs - 1993) mengaliri adrenalin penonton untuk terus bergerak mengiringi irama hardcore dari geru instrumen yang keluar dari ampli di seputaran panggung.

Pada susunan berikutnya, mulai terjadi bongkar pasang personel band jam-session ini. Ditandai dengan masuknya Erwin, gitaris band papan atas Cokelat, menggiring penonton ke sebuah intro paling terkenal dalam sejarah Pearl Jam yang dulu ditulis Stone Gossard, gitaris PJ, sebagai "Dollar Short". Lagu yang kemudian dikenal berjudul "Alive" tersebut menjadi rangkaian lagu klasik yang dibawakan setelah sebelumnya "Jeremy" mengakhiri kiprah Egy di sisi gitar Stick Figure. Erwin mendapat sambutan dari penonton dengan mengangkatnya ke crowd-surf sambil meneruskan melodi gitar Alive yang konon "dicuri" McCready dari Stevie Ray Vaughan. Menyusul Erwin, Dendi dari band Kunci menggantikan Irfan untuk menghajar "Animal". Kunci dijadwalkan tampil sebagai headliner. Tetapi karena berhalangan, maka Dendi membayarnya dengan melebur bersama Stick Figure membesut lagu-lagu PJ. Penonton semakin liar meski malam semakin larut.

A human being that was given to...
Lord Mahila tampil sebagai band berikut yang mengisi. Dibuka dengan "Light Years", Lord Mahila yang dimotori eks bassist ALV band, Alex, mendinginkan Front Row degan repertoir ballad-nya. "Off the Girl" menyusul kemudian, dengan komposisi harmoni bass dan gitar tunggal. Nostalgia album keenam, Binaural, berlanjut dengan "Evacuation", yang memaksa vokalis Mahila sampai ke oktaf tertinggi meneriakkan "...evacuaaaatioooooon". Amazingly, dia bisa bersaing dengan Vedder mencapai titik tersebut. "Faithful" menutup sesi "standar" menyusul ketidaksabaran penonton untuk pengen segera masuk ke bibir panggung. Aksi kejutan dimulai dengan Alex yang memanggil eks personel ALV lain, yaitu Nito (gitar) dan Nugie. Penonton segera memenuhi area moshpit, ketika Nugie mulai melancarkan jurus-jurus showmanship-nya dengan provokasi kaitan lagu PJ dengan Led Zeppelin. Intro "Given to Fly" mengalun yang menuntun ke meriahnya sambutan penonton. Riff yang mirip dengan "Going to California"-nya Plant dkk ini disambut dengan koor membahana dari puluhan mulut yang dipimpin Nugie dari atas ampli. Tidak mau kehilangan momen nostalgia, pada klimaks lagu Nugie melemparkan dirinya ke penonton yang disambut dengan arakan crowd surfing ke seputaran mosh pit, sambil tetap melantunkan reffrain "...arms wide open with the sea as his floor...oh now...now...hoooooo". Nugie pun terbang di atas puluhan tangan yang membawanya ke angkasa. Kemudian dia kembali lagi untuk memprovokasi penonton ber-slam dance di lagu "Brain of J". Mungkin disaat inilah momen berubah seratus persen menjadi sharing-gig, ketimbang sebuah show. Terjadi interaksi luar biasa antara performer dan penonton yang melebur menjadi satu berupa kerinduan terhadap momen yang dibawa Pearl Jam selama rentang waktu 15 tahun lebih ini.

Hold on to the thrill...
Sekitar satu dekade yang lalu, di Indonesia tengah mewabah virus musik alternatif 90-an yang juga digawangi oleh Pearl Jam. Beberapa band bermunculan ke jalur mainstream yang lekat dengan identitas kultur generasi X tersebut. Dua di antaranya adalah Nugie dan ALV Band serta Plastik yang memunculkan Ipang sebagai talenta berkarakter suara "vedderesque" (jauh sebelum Scott Stapp dan The Calling).

Nostalgia masa tersebut coba dimunculkan di Front Row, 1 Desember 2006 malam lalu ketika sesi terakhir dari gelaran Pearl Jam Nite 2 menampilkan free jam session. Sejumlah musisi lokal papan atas bergabung untuk merayakan masa lalu yang turut menjadi bagian dari referensi musikal mereka. Nugie, Alex dan Nito dari ALV, Erwin dari Cokelat, Adhit dari Element, Dendi vokalis band Kunci, Chandra alias Che dari band Cupumanik, serta Ipang, mantan ikon Plastik yang kini menjadi frontman BIP. Khusus untuk Che dan Ipang, ini adalah kali kedua penampilan mereka di gelaran Pearl Jam Nite, setelah pada PJN pertama di Kemang mereka turut menjadi bintang tamu.

Can't find a betterband...
Jam session pertama mengangkat kembali lagu klasik 90-an yang pernah booming gara-gara video Mark Pellington untuk lagu yang turut memenangkan Pearl Jam di kancah MTV Video Music Award 92. Lagu berjudul "Jeremy" yang bercerita tentang alienasi keluarga dan sosial ini dibawakan secara serempak oleh Ipang, Che serta Dendi dengan iringan Erwin dan Olit (gitaris Alien Sick/Stick Figure) serta Alex (bassis Lord Mahila/eks ALV) dan Ader (drummer Stigmata). Berlanjut ke lagu paling populer dari Pearl Jam, "Betterman", yang justru ditulis Vedder jauh sebelum dia bergabung dengan band yang sebelumnya bernama Mookie Blaylock tersebut. Lagu kedua ini disambut dengan koor penonton yang sepertinya sudah mengendap di bibir panggung, menyisakan spot-spot kosong dari penjuru Front Row. Konsepnya menjadi murni share antara penonton dan performer karena saling mengisi, mengingatkan bait-bait yang lupa dan memberi tambahan energi oktaf untuk menambah kesenangan malam itu.

Setelah lagu kedua, Che mengambil alih jam-session dengan melantunkan lagu yang telah muncul sebelumnya oleh Freasbe, yaitu "Rearviewmirror". Energi vokal Che yang besar memang cocok untuk lagu-lagu Pearl Jam dari album kedua yang memang banyak didominasi tinggi vokal Ed Vedder. Di PJN 1 lalu, Che juga banyak mengambil setlist dari album kedua Pearl Jam sampai ke model "Rats" dan "Glorified G" yang notabene sudah sangat jarang dibawakan Vedder sendiri saat ini.

I don't mind stealing bread for a show like this...
Karena konsepnya jam-session, maka performer harus siap dengan request-request yang muncul dari penonton. "Hungerstrike"-pun berkumandang...
Lagu yang sebetulnya bukan lagu Pearl Jam tersebut termasuk "rarity", karena secara awam jarang yang tahu tentang lagu dari band Temple of the Dog tersebut. Lagu kolaborasi personel Pearl Jam dan Soundgarden tersebut memunculkan duet vokal Vedder dan Chris Cornell dengan suara satu-duanya yang menjadi signature. Nito (gitaris ALV) menunjukkan kapasitasnya sebagai penggemar Pearl Jam dengan mengambil alih posisi gitar dari Erwin dan segera melantunkan lick intro Hungerstrike. Arief, vokalis Got ID, juga siap mem-backup Che untuk berduet dalam lagu dahsyat tersebut. Penonton juga siap mengambil alih nada-nada oktaf tinggi yang dimunculkan Cornell dalam versi aslinya.

Can you see them? Round the porch, and they don't wave...
Dua lagu selanjutnya menjadi penutup rangkaian repertoir PJN 2. Adhit, gitaris band Element menjadi gitaris kedua menggantikan Olit untuk berduet dengan Nito melantunkan riff legendaris lagu "State of Love and Trust" yang diambil dari soundtrack film Singles. Dan seperti halnya konser Pearl Jam, lagu "Yellowledbetter" menjadi penutup rangkaian konser yang membawa kembali mesin waktu ke masa kini. Nito menutup rangkaian konser antar-fans Pearl Jam tersebut dengan sayatan sedih pada gitarnya yang menyadarkan penonton bahwa acara usai sudah. Wajah-wajah lelah dan puas karena bisa share dengan sesama fans Pearl Jam bermunculan. Tidak terbatas oleh status selebritas pada performer, karena yang ada di situ semuanya adalah mereka yang menggemari lagu-lagu dari band asal Seattle tersebut. Membawa kembali ke alam memori masa muda bagi sebagai penonton yang berusia late-20 atau early 30. Masa di mana Pearl Jam bersama band-band 90-an merajai kancah mainstream musik rock. Sementara satu dekade berselang, Pearl Jam membuktikan bahwa tribute semacam ini sangat layak mereka dapatkan karena eksistensi mereka yang masih menerpa penggemar di seluruh dunia menyusul tuntasnya tur keliling dunia mereka yang sukses dari Mei sampai akhir November lalu.

Oh, I'm still alive...

SETLIST
FOOTSTEPS
Rockin in the Free World, World Wide Suicide, Yellow Led Better

FREASBE
Hail Hail, MFC, I Am Mine, Do the Evolution, Even FLow, Porch, Rearviewmirror

GOT ID
In My Tree, Spin the Black Circle, Not For You, Lukin, Corduroy, I Got Id

STICK FIGURE (+Erwin COKELAT and Dendi KUNCI)
Black, Go, Blood, Jeremy, Alive, Animal

LORD MAHILA (+Nugie and Nito ALV)
Light Years, Off the Girl, Faithful, Evacuation, Given to Fly, Brain of J

JAM SESSION (feat. Ipang BIP, Che CUPUMANIK and Adhit ELEMENT)
Daughter, Jeremy, Betterman, Rearviewmirror, HUngerstrike, State of Love and Trust, Yellow Led Better

Minggu, April 30, 2006

Corduroy, Vitalogy dan Fans Pearl Jam

Hola, another song-geek-note from me...sorry kalo kepanjangan ya.
Kali ini pengen sharing sedikit tentang "Corduroy". Lagu favorit gue sih. Dan sampe sekarang menjadi lagu paling "wajib" di setlist Pearl Jam (the most played), dan make sense sih. Majalah SPIN bilang ini lagu yang paling bagus yang pernah dibikin Pearl Jam. Cannot more agree than...musically (kalo lirik, gw masih merasa direpresentasikan oleh "I Got ID"). Kira-kira tentang apa ya "Corduroy"?
Situs The Sky I Scrape (www.theskyiscrape.com) yang memuat beberapa spekulasi intepretasi lagu dari penggemarnya rata-rata mengemukakan kalo lagu "Corduroy" ini bercerita tentang hubungan dua orang (mungkin kekasih?) yang memburuk dan (lagu ini) menjadi semacam statement perpisahan. Di satu sisi, Eddie Vedder pernah mengemukakan bahwa lagu ini indeed adalah lagu tentang hubungan (relationship), tapi bukan hubungan dua orang, melainkan satu orang ke orang banyak. Berikut quote-nya, yang gue ambil dari Two Feet Thick (www.twofeetthick.com):
"It is about a relationship but not between two people. It's more one person's relationship with a million people. In fact, that song's almost a little too obvious for me. That's why instead of a lyric sheet we put in an X-ray of my teeth from last January and they are all in very bad shape, which was analogous to my head at the time." -Eddie Vedder (Los Angeles Times, November 20, 1994)
Kata-kata Vedder emang selalu "dual". Di situ, I believe, tersimpan "misteri" dari lagu "Corduroy" ini. So, gue tertarik untuk "membedah"-nya. Di mulai dari unsur ekstrinsik-nya.
"Corduroy" ini ada di album Vitalogy. Jika Ten (album pertama) banyak dipengaruhi unsur ekstrinsik berupa tahapan (atau pengalaman) Vedder selama pre-Pearl Jam (coba lihat ke Mamasan Trilogy, dan tentunya "Release"). Serta Versus (album kedua) lebih banyak mengungkap realita-realita sosial pada saat itu (di mana beberapa kejadian seperti kasus rasialisme ("WMA"), kekerasan senjata ("Glorified G"), youth ('Leash") dan sebagainya mendapat ekspos dalam lagu-lagu VS). Vitalogy lebih bercerita tentang "introspeksi" yang melanda personel Pearl Jam. Vitalogy adalah album yang mengubah konsep total Pearl Jam dalam industri musik. Tahun 1990-1994 adalah masa di mana musik alternatif tengah dalam peak-nya, dan menjadikan hype di mana-mana (korelatif dengan artikel TIME yang baru aja selesai gue translate kemaren). Pearl Jam (terutama Eddie Vedder), seperti halnya Nirvana dan musisi-musisi Seattle lain, justru merasa risih dengan kondisi semacam ini. Pemecatan Dave Abruzzesse mungkin jadi salah satu hints, mengingat si Dave Ab ini punya kecenderungan suka dengan "stardom" (dating celebs and model, party-ing, etc). Pendek kata, Pearl jam tengah berusaha "play down the hype" saat itu.
So, album Vitalogy ini banyak dipengaruhi oleh kondisi tersebut. "Not For You", yang "lahir" lebih dulu dibanding "Corduroy" secara jelas bisa dibilang sebagai statement awal idealisme Pearl Jam. Bahwa mereka membuat musik yang pure, dipengaruhi jiwa idealis mereka dan ngga akan berkompromi (this is not for you!). Kemudian "Immortality", juga bercerita dalam korelasi yang kurang lebih sama. "Immortality" (kemungkinan "plesetan" dari kata immorality) mengungkapkan tentang ekspolitasi industri hiburan (showbiz) dari perspektif korban-nya. Oleh karena itu, "Immortality" sering sekali dikaitkan dengan almarhum Kurt Cobain yang notabene "korban" juga dari tekanan showbiz. "Immortality" juga "lahir" sebelum "Corduroy" (sebelum Vitalogy keluar, dua lagu di atas sudah sering dibawakan Pearl Jam dalam konser). Dua lagu itu bisa menjelaskan unsur ekstrinsik album Vitalogy, karena kebetulan berada di awal dan akhir setlist album (meski kesela "Last Exit" dan ketumpuk "Stupid Mop").
How about "Corduroy"? Kembali ke "Corduroy", lagu ini ada di tengah-tengah album. Dan spekulasi gue, lagu ini adalah link dari "Not For You" dan "Immortality", dalam arti mempunyai arti yang mendukung keduanya. Gue berangkat dari statement Vedder di atas yang mengungkapkan bahwa "Corduroy" adalah lagu hubungan (Vedder) dengan banyak orang (dalam kata lain: komunitas, kumpulan orang, penggemar, dan sebagainya). Secara simpel, gue mengartikannya itu adalah hubungan Vedder dengan konsekuensi status popularitas dan selebritas-nya (being famous) yang mengakibatkan dia disanjung, dipuja dan sebagainya. Let see...
The waiting drove me mad
"Fame" itu sebetulnya diinginkan juga oleh Vedder pada awalnya. Digambarkan di lirik tersebut, dia sudah menunggu sangat lama. Kalo dilihat dari riwayatnya, Vedder baru join ke PJ di usianya yang ke 24. Sementara puncak tenarnya adalah ketika dia berusia 28 tahun-an. Waktu-waktu sebelumnya banyak diisi Vedder di scene San Diego bersama band-nya Bad Radio, serta berusaha dekat ke dunia showbiz (referensi gue dari artikel kontroversial RS, kalo emang bener). Dan ketika akhirnya Vedder mendapatkan popularitas-nya, di usia 28-an, tahun 1993/1994, ternyata hal itu justru berlawanan dengan bayangannya (you're finally here and I'm a mess...next).
you're finally here and I'm a mess
I take your entrance back
can't let you roam inside my head
I don't want to take what you can give...
I would rather starve than eat your bread...
I would rather run but I can't walk...
Guess I'll lie alone just like before...
Vedder lebih memilih untuk kembali seperti semula (I take your entrance back), menikmati kehidupan dan privasi-nya seperti semula, dan even siap menanggung segala konsekuensinya. Gue inget quote dari Vedder: "The highest point of your popularity, it's also the lowest point of your personality."
I don't want to hear from those who know...
They can buy, but can't put on my clothes...
I don't want to limp for them to walk...
Never would have known of me before...
Dan di sini adalah keypoint tentang "hubungan Vedder dengan banyak orang" seperti yang disebutkan di atas. Pertama adalah muaknya Vedder sama media dan publisitas, di mana dia sering membaca, mendengar atau melihat imej dirinya di media (mungkin korelatif juga dengan artikel TIME yang diprotesnya). Kemudian munculnya fans-fans yang me-rip off gayanya melalui bentuk pakaian. Saat itu, saking hype-nya, tiba-tiba aja baju flanel, sepatu boot dan jaket corduroy menjadi tren fashion (current hype - boot: Doc Mart, flanel: Mark Jacob's). Padahal baju flanel itu adalah 'pakaian tradisional' kultur logger (penebang pohon) yang mayoritas menghuni kawasan northwest Amerika (where Seattle lies). Dan juga corduroy yang menjadi judul lagu, sebuah mitos terkenal menyebutkan ketika Vedder dikasih jaket corduroy dari Stone Gossard (yang dibeli dari flea market) tapi lantas jadi simbol fashion dia yang ditiru (ripped off) sama fans-fans-nya. Vedder ngga mau jadi idol yang bisa ditiru segalanya, atau membuat statement tren baru (I don't want to limp for them to walk). Dan baris itu bisa diartiin juga mengacu ke pemberitaan media (dual intepret), Vedder membuat statement bahwa kisah masa lalunya yang "nggak sedap" itu bukan sebuah kepura-puraan atau "komoditas" untuk karirnya. Pada intinya, mereka (fans yang ripping off dan media-media) ngga tahu siapa sebenarnya Vedder. Inget quote terkenalnya? "You don't love me, you only love who you think I am. And donĂ¢€™t pretend that you know me." (dari blog teh Tarlen - dan witnessed by myself ternyata quote ini dari rangkaian konser 1994 - makin pas dengan unsur ekstrinsiknya).
Everything has chains...absolutely nothing's changed
Dan Vedder-pun mencoba bijak untuk menegaskan bahwa hal ini adalah "resiko"-nya juga (everything has chains). "Fame" akan datang juga pada akhirnya, meski juga ditegaskan olehnya bahwa hal itu ngga akan pernah merubahnya (absolutely nothing's changed).
Sebuah statement yang terus dipegang, seperti dalam artikel SPIN, pasca Ten, sebetulnya bisa saja Pearl jam membuat materi lagu yang rocking seperti di Ten. Tapi justru hal kaya gitu ngga akan dilakukan Vedder cs. karena ketika masa mereka sudah habis nantinya, maka musik mereka akan habis juga. Kasarnya, ketika alternatif sudah nggak hype lagi, begitu juga musik mereka akan mati. Hal ini juga jadi kekuatiran Cobain, berdasarkan suicide note-nya: "better to be burnt out than fade away". So sejak Vitalogy ini Pearl Jam merubah drastis haluan bermusiknya, membuat musik sebagai sebuah "state of the art". Meski dengan segala konsekuensi, termasuk menurunnya jumlah penjualan dan jumlah fans. "Not For You" mengawali Vitalogy dengan statement bahwa mereka akan membuat musik mereka sendiri. "Corduroy" bercerita tentang kefrutrasian mereka ditekan untuk "menyenangkan" media dan fans yang bukan menghargai mereka, tapi mengeksploitasi mereka. Sementara "Immortality" menutup Vitalogy dengan memberikan gambaran casualties (korban) dari eksploitasi tersebut.
Sebuah rangkuman dari album paling monumental, menurut gue, dari Pearl Jam. Karena mengubah haluan (melalui Vitalogy) ini, mungkin juga Pearl Jam masih tetap alive and kickin' sampai saat ini. Jumlah fans? Mungkin hanya 10 persen dari fans Ten, tapi fans Pearl Jam saat ini adalah fans paling loyal dari sebuah band manapun (mungkin lebih tepat disebut 'cult'). Lihatlah Nothing Music (multimedia sharing, dalam kapasitas lebih dahsyat), The Sky I Scrape (dokumenter Pearl Jam dalam wujud short facts), (the legendary) Five Horizons (geek-nya Pearl Jam...membidani lahirnya PJ-mology dan segala macam archives collection yang dahsyat), Two Feet Thick (penerus Five Horizons...jika pengen bikin essay tentang Pearl Jam, lihatlah site ini!), Pearl Jam Reference (quote by quote Vedder cs., serta testimonial musisi lain ke Pearl Jam...inspiring), PJ's Vault (kalkulasi dan summary lagu yang pernah dinyanyiin Pearl Jam? Dari mana gue tahu "Corduroy" adalah lagu yang paling banyak dimaenin?) dan fanbase-fanbase regional.
Bandingkan dengan band-band lain yang website-nya mungkin banyak tapi isinya standar (discography, lyric, links, bio) -meski ada juga band lain yang punya loyal fans seperti PJ.
Dan secara nggak langsung, sebuah album seperti Vitalogy ternyata sangat decisive menentukan kelangsungan/eksistensi sebuah band. Kadang langkah drastis harus diambil. Kadang sebuah statement harus disampaikan. Dan pesan itu terus didengungkan Pearl Jam, karena "Corduroy" adalah materi wajib yang selalu dibawa di setiap setlist konser. Seolah ngga henti-hentinya Vedder berucap: "Love our music. Appreciate our creation. Don't ripped me off. Don't love me for what you want me to be." Lagu "Corduroy" adalah bagaimana Vedder menginginkan hubungannya dengan fans terjalin.
Regards - Hilman

PS: Didedikasikan kepada komunitas (milis) Pearl Jam Indonesia. Bahkan ketika gue "nemu" milis ini dengan member yang cuman 5 orang-an, cannot describe any happier moments..cannot say. Kapan nih bikin website kita sendiri?

Senin, Januari 30, 2006

Songtherapy: Long Road

Long Road
written by: Eddie Vedder

and i wished for so long, cannot stay
all the precious moments, cannot stay
it's not like wings have fallen, cannot stay
but still something's missing, i cannot say (yeah)

holding hands are daughters and sons
and their faiths are falling down down down down
i have wished for so long
how i wish for you today

will i walk the long road (the long road)
cannot stay (the long road)
there's no need to say goodbye (say goodbye)

all the friends and family
all the memories going round round round
i have wished for so long
how i wish for you today

and the wind keeps roarin'
and the sky keeps turning grey
and the sun is setting
the sun will rise another day

i have wished for so long
how i wish for you today

will i walk the long road
we all walk the long road

Lagu ini (awalnya) tergolong rarity. Mungkin hanya fans Pearl Jam saja yang tahu tentang lagu ini, karena tidak pernah masuk ke dalam album dan sebagainya, kecuali sebuah EP berjudul Merkinball. Tetapi karena "karisma"-nya, lagu ini berhasil muncul dalam soundtrack untuk film Dead Man Walking. Bahkan di tahun 2001, Long Road menjadi lagu yang dipilih Eddie Vedder dan Mike McCready (bersama Neil Young di piano) untuk disumbangkan kepada usaha recovery tragedi 11 September 2001. Long Road adalah lagu paling spiritual tentang makna kehidupan yang ditulis Vedder.

Intepretasi
Pada dasarnya Long Road adalah lagu tentang kerinduan yang sangat mendalam (secara ekstrinsik). Long Road adalah metafora untuk bentang hidup (dan jalan hidup) seseorang. Banyak kejadian yang mengiringi bentang hidup kita, meninggalkan banyak cerita meski banyak juga yang telah berlalu, seperti termuat dalam bait awal:

and i wished for so long, cannot stay
all the precious moments, cannot stay

Ada juga keinginan kuat (atau lebih tepatnya komitmen) dari seorang yang menjadikan orang lain (bisa jadi keluarga, kekasih, pasangan, orang tua dan sebagainya) sebagai motivasinya dalam menjalani hidupnya (long road). Seperti termaktub dalam perumpamaan yang ditulis Vedder di bait-bait selanjutnya:

all the friends and family
all the memories going round round round
i have wished for so long
how i wish for you today

Kita semua (normally) berbuat demikian untuk memberi arti dan motivasi jalan panjang kita mengarungi kehidupan. Membuat kita bertahan di satu titik meski banyak halangan yang merintangi.

and the wind keeps roarin'
and the sky keeps turning grey
and the sun is setting
the sun will rise another day

Apapun yang terjadi dalam hidup, kita tetap harus menjalaninya...

will i walk the long road
we all walk the long road